Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi nasional selama ini selain didukung oleh sektor fiskal dan moneter juga didukung oleh sektor riil yang kontribusi ekonominya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun berfluktuatif. Begitu pentingnya peranan sektor riil didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah terus berupaya membuat kebijakan ekonomi dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan UMKM juga diarahkan pada peningkatan kinerja ekspor yang dapat memberikan sumbangan devisa negara.
Salah satu dukungan pemerintah untuk mendukung pengembangan UMKM yang berorientasi ekspor adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang sebagai dasar pembentukan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada tahun 2010. Selain usaha pembiayaan, LPEI ini juga bergerak dalam usaha penjaminan kredit UMKM yang dapat mempermudah UMKM melakukan kegiatan ekspor yang notebene merupakan bagian muara dari distribusi channel komoditas yang diusahakan oleh UMKM. Sementara itu, pengembangan UMKM yang berorientasi domestik atau yang dipersiapkan melakukan kegiatan ekspor belum memperoleh dukungan nyata pemerintah seperti halnya dalam bentuk LPEI. Pada saat ini, pengembangan UMKM yang berorientasi pada produksi domestik didukung oleh dua perusahaan BUMN yaitu PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo untuk menjamim kredit UMKM sesuai dengan program kredit Usaha Rakyat (KUR) Inpres No. 6/2007.
Program KUR inpres No. 6/2007 diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam memperoleh akses pembiayaan dari perbankan melalui mekanisme penjaminan kredit. Dengan demikian, UMKM dapat memperoleh tambahan modal usaha dari perbankan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan investasi serta memberikan nilai tambah bagi perekonomian. Hal ini timbul karena pada umumnya UMKMK tidak mampu menyediakan agunan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh pinjaman dari perbankan.
Untuk menjangkau keberadaan UMKM yang tersebar diseluruh provinsi, perlu perpanjangan dan perluasan jaringan agar UMKM yang memperoleh penjaminan kredit dapat semakin besar dan luas. Penyebaran UMKM di berbagai daerah telah menjadi perhatian pemerintah sebagai regulator dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan R.I. No. 222/PMK.010/2008 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Regulasi pemerintah ini telah memberikan peluang usaha penjaminan yang lebih besar lagi dalam upaya pengembangan UMKM melalui Aliansi dengan Pemerintah Daerah dalam bentuk Perusahaaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD). Pemerintah daerah memiliki kepentingan dalam meningkatkan kinerja perekonomian daerah melalui pengembangan UMKM, namun disisi lain ada keterbatasan keuangan pemda dalam pembiayaan UMKM. Mekanisme penjaminan kredit UMKM yang melibatkan Pemda merupakan solusi yang terbaik dan relatif murah dan dapat mengurangi cost of development. PPKD dibentuk dengan pola kerjasama/mitra antara Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) yang sudah eksis dengan Pemerintah Daerah dan tak menutup kemungkinan diperluas dengan melibatkan pihak swasta di daerah.
Pembentukan PPKD harus sesuai dengan regulasi dan peraturan yang berlaku. Dasar hukum pendirian PPKD adalah merujuk kepada Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan Kredit, yang pada prinsipnya mengijinkan kepada Pemda dan masyarakat setempat untuk mendirikan serta mengelola LPKD, baik yang berbentuk Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas, maupun Koperasi. Kemudian PerPres No. 2 Tahun 2008 tersebut ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaannya berupa PMK No. 222/PMK.010/2008 tanggal 16 Desember 2008 tentang tatacara pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.
Terbitnya PMK 222/PMK.010/2008 tersebut merupakan salah satu peluang bagi Perusahaan Penjaminan sebagai dampak positif dari perubahan eksternal, yaitu telah diterbitkannya regulasi di bidang Penjaminan, khususnya pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
”untuk mendukung kegiatan usaha Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Penjamin dapat melakukan usaha lain antara lain :
g. Usaha lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan”
Dari bunyi ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan, bahwa perusahaan penjaminan memiliki peluang untuk berusaha di bidang non penjaminan. Fenomena terakhir yang lebih menunjukkan eksistensi Perusahaan di bidang penjaminan adalah pada tahun 2007 Pemerintah telah memberikan Penambahan Modal Negara (PMN) sebagai tambahan dana dalam rangka menunjang pelaksanaan program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh perbankan, khususnya dalam memberikan penjaminan atas kemacetan KUR tersebut dan meningkatkan kapasitas penjaminan. Optimalisasi penambahan PMN oleh pemerintah perlu terus dilakukan agar program pemerintah dalam mengembangkan UMKM dapat berhasil.
Berdasarkan kondisi usaha penjaminan tersebut diatas dengan adanya dukungan pemerintah, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar PMN yang telah dikeluarkan dapat optimal mengembangkan PPKD antara lain yaitu:
1. PMN disalurkan kepada Lembaga Penjaminan Kredit Mikro (LPKM) yang berfungsi sebagai Lembaga Penjaminan, re-guarantor/co-gurantor. Kebutuhan dan kehadiran LPKM saat ini dirasakan semakin kuat dan perlu didukung dengan menerbitkan Undang-Undang LPKM seperti halnya pembentukan LPEI.
2. PMN disalurkan kepada Perusahaan BUMN yang bergerak di bidang usaha Penjaminan seperti PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo dimana dalam pemberian PMN tersebut berdasarkan kinerja penjaminan yang diindikasikan dengan indikator Gearing Ratio.
Pemberian PMN secara langsung kepada PPKD dalam jangka pendek diperkirakan tidak optimal dalam mengembangkan PPKD maupun UMKM yang disebabkan karena PPKD merupakan bentuk usaha perusahaan penjaminan kredit daerah yang relatif baru dan belum populer saat ini sehingga masih ada keterbatasan tenaga ahli dan pengalaman bisnis dalam usaha penjaminan kredit UMKM dan pengelolaan PMN sehingga diperkirakan mengalami kesulitan dalam optimalisasi penggunaan PMN untuk mengembangkan PPKD. Dalam jangka panjang seiring dengan kematangan organisasi PPKD di seluruh daerah, pengelolaan PMN secara langsung oleh PPKD dimungkinkan dapat berhasil dengan baik.
Berdasarkan pertimbangan diatas, dalam jangka pendek dan mungkin jangka panjang diperlukan suatu Lembaga Penjaminan Kredit Mikro (LPKM) yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang usaha penjaminan kredit sekaligus dapat memberikan technical assisstances kepada PPKD yang baru dibentuk.
Strategi Pembentukan LPKM
Peluang usaha penjaminan dalam mendukung pengembangan UMKM yang relatif besar dan memperoleh respon positif dari perbankan dan dukungan pemerintah, perlu direspon oleh LPKM dengan mengeluarkan kebijakan strategis yang dapat mengoptimalkan kerjasama dengan pihak eksternal terutama Pemerintah Daerah dan Perbankan.
Pembentukan LPKM dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1.Mengoptimalkan perusahaan penjaminan yang sudah eksis dan berpengalaman seperti PT Askrindo dan Perum Jamkrindo dengan cara merubah bentuk usahanya menjadi LPKM. PKM ini bisa berfungsi juga sebagai re-guarantor. Transformasi bentuk badan usaha Askrindo menjadi LPKM suatu usaha tapat dan sejalan dengan visi dan misi Askrindo untuk mengembangkan UMKM dan Askrindo telah memiliki pengalaman di bidang usaha penjaminan sejak tahun 1971 serta telah membantu penjaminan kredit UMKM dari lebih 6 juta unit UMKM.
2.Membentuk LPKM baru sedangkan perusahaan penjaminan yang sudah eksis sebagai mitra usaha penjaminan. Posisi LPKM seperti ini dapat berupa Lembaga Penjaminan Kredit atau sebagai re-guarantor/co-guarantor. SDM LPKM baru dapat diperoleh dari SDM yang memiliki komptensi dan pengalaman di bidang penjaminan dari perusahaan penjaminan BUMN yang ada maupun dari praktisi lainnya.
Optimalisasi peranan LPKM untuk mengembangkan UMKM dapat dilakukan dengan cara menerapkan strategi aliansi dengan Pemda dalam bentuk PPKD sehingga dapat memperluas jaringan kerja sampai ke daerah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Pemda saat ini secara umum tidak dapat membentuk dan menjalankan PPKD sendiri dan perlu bantuan dari LPKM adalah:
1. Kondisi keuangan Pemda yang relatif terbatas untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM dan penjaminan kredit UMKM.
2. Kurang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang penjaminan kredit.
Dengan kondisi Pemda seperti demikian diatas, strategi aliansi LPKM dengan Pemda merupakan langkah strategis dan diperkirakan dapat diterima semua pihak dalam pengembangan UMKM.
Strategi Aliansi LPKM yang akan ditetapkan bertujuan untuk memperluas dan memperkuat (enlargement and empowered) kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan Perbankan serta dimungkinkan dengan pihak Swasta melalui optimalisasi usaha penjaminan kredit dalam rangka mengembangkan UMKM di seluruh wilayah potensi UMKM di Indonesia. Strategi aliansi juga akan mengeksplorasi potensi bisnis penjaminan kredit daerah yang relatif besar sehingga menjadi icon bisnis penjaminan LPKM.
Strategi Aliansi dalam usaha penjaminan kredit diutamakan pada pengembangan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) yang mengoptimalkan peranan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Perbankan. Dalam implementasi usaha PPKD dituntut komitmen dan strategi yang baik berdasarkan potensi ekonomi, pasar dan aturan regulasi yang berlaku. Strategi Aliansi LPKM dijalankan dengan mempertimbangkan kapasitas penjaminan LPKM maupun Pemda dan perbankan agar dapat memenuhi tuntutan regulasi yang ada. Rencana strategi aliansi ini dapat memberikan berbagai alternatif posisi LKPM dalam pengembangan PPKD yaitu:
1. Sebagai perusahaan Holding yang memiliki penyertaan MODAL dalam Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) yang tersebar di seluruh provinsi.
2. Sebagai Re-Guarantor atau Co-Guarantor yaitu sebuah perusahaan yang memperoleh dukungan finansial dari pemerintah dalam melakukan kegiatan penjaminan kembali PPKD baik sebagai subsidi premi maupun untuk pembayaran klaim.
3. Sebagai LPKM yang memiliki unit kerja di daerah yang berperan sebagai joint bussiness dengan Pemda dan Perbankan seperti posisi PPKD.
4. Sebagai LPKM yang berfungsi sebagai mitra business yang mendampingi PPKD dalam bentuk technical assisstants.
Tujuan pembentukan LPKM untuk membantu pembentukan PPKD memberikan manfaat kepada Pihak Pemda, LPKM/PPKD dan Bank adalah sebagai berikut:
MANFAAT untuk Pemda, bank dan LPKM:
PEMDA
(a) Optimalisasi pemanfaatan dana apbd
(b) Pengembangan umkm
(c) Pertumbuhan perekonomian di daerah
(d) Peningkatan pendapatan daerah
(e) Penyediaan lapangan pekerjaan
(f) Mengurangi cost of development pemda
BANK (a) Membantu penyaluran kredit
(b) Pengendalian risiko kredit
(c) Pendapatan meningkat
LPKM (a) Mendukung pengembangan umkm di daerah
(b) Risiko kerugian ditanggung bersama
(c) Membantu pemda dalam membentuk lembaga penjaminan
Profil Singkat LPKM
1. Tujuan
Menunjang kebijakan Pemerintah mengembangkan UMKM yang berorientasi pemasaran dalam negeri (domestik)
2. Fungsi
Mendukung program pengembangan UMKM melalui mekanisme penjaminan
3. Tugas
Menyediakan penjaminan kredit mikro kepada UMKM yang mempunyai prospek (non-bankable but feasible) untuk mengembangkan UMKM dan mendorong peningkatan kontribusi ekonomi UMKM terhadap ekonomi nasional
4. Wewenang
a. menetapkan skema Penjaminan Mikro;
b. melakukan re-guarantee/co-guarantor terhadap penjaminan yang dilaksanakan
5.Bentuk Bantuan Keuangan Pemerintah
a. Dalam bentuk PMN untuk memperkuat kapasitas penjaminan
b. Subsidi premi dan pembayaran klaim
Peranan PMN/PMD Bagi LPKM dan PPKD
Dalam Pelaksanaan Strategi Aliansi LPKM dengan PPKD terutama dalam mengembangkan UMKM dengan pihak Pemda, perbankan dan pihak swasta harus melibatkan stakeholder lainnya seperti DPRD. PPKD yang dibentuk dengan penyertaan modal daerah (PMD) dari APBD harus memperoleh persetujuan DPRD dengan memperhitungkan akuntabilitas dan azas manfaat baik bagi rakyat khususnya UMKM maupun peningkatan pendapatan/fiskal daerah. PPKD yang dibentuk dengan PMD dapat berbentuk Perum, Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah (BUMD) diharuskan berorientasi keuntungan agar ada kontribusi ekonomi pada pendapatan daerah atau peningkatan fiskal daerah. Disamping itu, PPKD juga harus dapat berperan untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui sektor riil berupa kontribusi ekonomi UMKM.
PPKD yang dibentuk tidak menutup kemungkinan dapat berafiliasi dengan pihak swasta yang memiliki visi dan misi menggerakan perekonomian daerah melalui peningkatan kontribusi ekonomi UMKM.
Permasalahan PPKD yang hanya menjalankan usaha penjaminan kredit UMK yang cenderung merugi ini dapat diselesaikan dengan cara menjalankan usaha diversifikasi produk non penjaminan kredit UMKM yang bersifat profit oriented seperti penjaminan konsumtif (penjaminan kredit pegawai Pemda, BI, atau DPRD) dan penjaminan produktif yang selektif. Keberhasilan PPKD dalam menjalankan usaha penjaminan kredit UMKM dan non penjaminan kredit UMKM ditentukan pada manajemen portofolio yang seimbang dan tepat dari kedua usaha tersebut. Usaha penjaminan kredit UMKM oleh LPKM dan PPKD harus menitikan beratkan pada penerapan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan usaha ekonomi yang unggul dan spesifik sehingga sustainbilitas PPKD dapat terjaga sesuai dengan harapan stakeholder.
Sementara itu, LPKM sebagai Lembaga Penjaminan Kredit yang memiliki ruang lingkup usaha nasional dan menjadi perpanjangan Pemerintah Pusat dalam mengembangkan UMKM, selayaknya memperoleh dukungan keuangan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk PMN yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan kapasitas penjaminan, subsidi premi, maupun untuk pembayaran klaim. Manfaat lain dari PMN yang diberikan pemerintah kepada LKPM adalah dapat memperkuat kapasitas penjaminan PPKD dan modal PMN tersebut ditempatkan sebagai Penyertaan Modal Daerah (PMD).
Permasalahan Dan Solusi
Dalam usaha pengembangan PPKD akan dijumpai berbagai permasalahan yaitu antara lain:
1. Bentuk perusahaan PPKD yang bekerjasama dengan Pemda jika dalam bentuk BUMD dituntut untuk profit oriented, sedangkan usaha penjaminan kredit UMKM berdasarkan pengalaman negara lain (termasuk Indonesia) termasuk usaha yang cenderung merugi. Karakteristik usaha penjaminan kredit UMKM yang merugi ini menjadi tantangan tersendiri bagi stakeholder teratutama DPRD yang menyangkut penggunaan APBD.
2. Kurangnya tenaga ahli dalam bidang penjaminan kredit UMKM
3. Kurangnya bantuan technical assisstance bagi UMKM dalam mendukung kinerja UMKM baik sebelum maupun sesudah menerima kredit UMKM seperti pada pemasaran produk UMKM maupun kemampuan manajemen lainnya.
4. Belum adanya suatu skema risk spreading dalam usaha penjaminan kredit UMKM sebagai salah satu mitigasi risiko untuk mereduksi risiko PPKD
5. Kurangnya dukungan modal PPKD bagi provinsi/Daerah tingkat II yang miskin yaitu sebesar Rp. 50 milyar.
6. Masih ada perbedaan persepsi dari Pemda tentang regulasi dan peraturan perizinan pembentukan PPKD.
7. Tingkat kepercayaan perbankan terhadap usaha penjaminan PPKD masih relatif rendah.
Agar strategi aliansi LPKM dan PPKD dapat berjalan dengan baik sehingga dapat mengoptimalkan peranan pemerintah pusat, ada beberapa solusi yang dapat mengatasi permasalahan di atas yaitu:
1. PPKD dapat memperoleh keuntungan dengan jalan melakukan diversifikasi produk yang profit oriented seperti penjaminan kredit konsumtif bagi pegawai DPRD atau Pemda atau Instansi Pemerintah lainnya yang berada di wilayah tersebut serta penjaminan produktif yang selektif dan menguntungkan lainnya.
2. LPKM atau PPKD menjalankan usaha penjaminan kredit dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan cara antara lain menjamin kredit UMKM yang memiliki produk unggulan, spesifik dan memiliki prospektif agar sustainbilitas LPKM dan PPKD terjaga dan sesuai dengan harapan stakeholder.
3. Melakukan sosialisasi dan kegiatan pemasaran atas produk-produk penjaminan kepada perbankan dan pengguna jasa penjaminan lainnya.
4. Tenaga ahli dapat diperoleh dari SDM LPKM yang sudah ada dan kredibil dengan melakukan technical assisstant.
5. Untuk membantu PPKD meng-eliminasi risiko kredit yang relatif besar maka perlu suatu skim re-guarantee atau co-guarantee dari re-guarantor atau co-guarantor. LPKM yang memiliki pengalaman dan kapasitas penjaminan yang relatif besar dimungkinkan menjadi re-guarantor/co-guarantor. Posisi LPKM sebagai re-guarantor/co-guarantor akan lebih sustain dan optimal jika diberikan bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat berupa PMN atau Public Service Obligation (PSO) untuk mengantisipasi klaim yang relatif besar dan dapat mengurangi modal/ekuitas LPKM.
6. Permasalahan permodalan PPKD yang dialami oleh Pemda dapat diatasi dengan cara:
4.a. Melalui fund sharing atau cost sharing dari Pemda Kabupaten/Kota yang berada di bawah provinsi yang terkait. Atau cost sharing antara pemerintah daerah tingkat provinsi.
4.b. Melibatkan penyertaan modal LPKM.
4.c. Memanfaatkan dana CSR/PKBL perusahaan BUMN dengan porsi yang efektif misal 30 % dana CSR/PKBL perusahaan BUMN digunakan sebagai kredit KUR yang disalurkan oleh perbankan nasional atau daerah. Pengelolaan dana CSR/PKBL 30 % tersebut dilakukan oleh Kementerian BUMN yang berkoordinasi dengan perbankan.
7. Technical Assisstance yang diperuntukan bagi UMKM baik di bidang pemasaran produk dan lainnya dapat digunakan peranan PPL/KKMB atau lembaga swadaya yang memiliki perhatian tinggi terhadap ekonomi kerakyatan di daerah.
*) Mulyono,SE,MM
Penjaminan Kredit Untuk Kemakmuran Rakyat. Risiko usaha Penjaminan lbh besar dibandingkan dengan perbankan krn melibatkn tiga pihak sehingga diperlukan Budaya Risiko yang kuat dalam proses bisnis & pengelolaan risiko korporat yang menjadi sahabat seluruh unit kerja (risk taking unit). Usaha penjaminan dapat sustain dengan cara mendiversifikasi usaha penjaminan yang menguntungkan. Sertifikasi Manajemen Risiko harus mutlak menjadi persyaratan promosi jabatan dalam jenjang karir pegawai.